Sunday, October 14, 2007

Catatan Lagu Misterius

Bis sekolah yang kutumpangi akhirnya sampaijuga di depan rumahku. Kulihat Bu Jojo setengah berlari menghampiriku. Ia segera membantuku membawa tas sekolahku.
“Kelihatannya ada kabar gembira, ya, Amanda?” selidik Bu Jojo.
“Ya. Ada kabar gembira, tapi juga membingungkan,” jawabku. “Tadi Pak Carrey memanggilku di sekolah. Dia memintaku untuk mewakili sekolah mengiluti lomba piano,” paparku sambil menerobos pintu rumah yang dibukakan Bo Jojo.
“Lantas apa yang membuatmu bingung?”
“Lomba itu tinggal lima hari lagi. Rupanya semula Pak Carrey tidak akan mengirimkan siapa pun. Sebab udah bertahun- tahun pemenangnya selalu dari St. Marry, sekolah swasta termahal di kota ini,” jelasku lagi.
“Kalau begitu, mengapa Pak Carrey memutuskan untuk mengirimmu?”
“Tadi pagi saat pelajaran musik, aku bermain piano di depan kelas. Kemudian beberapa guru mendengarnya. Kata mereka aku pantas dikirim ke lomba itu. Meskipun mungkin nanti tidak akan menang,” kataku sambil meneguk air yang disiapkan Bu Jojo.
“Ah, kau pasti menang, Amanda. Permainan pianomu bagus,” hibur Bu Jojo.
Aku tersenyum. Ah, tahu apa Bu Jojo soal main piano. Sejak aku kecil, tugas Bu Jojo hanya mengurusi aku. Memang ia paling rajin menasihatiku agar rajin berlatih piano. Katanya, sayang jika aku tidak memainkan hadiah dari Mama Papa itu. Hmmm, mulanya aku agak malas. Tapi, sejak setahun lalu aku jadi rajin berlatih piano. Tepatnya, sejak kakiku diamputasi karena kecelakaan lalu lintas.
Sepulang sekolah aku tidak lagi bermain seperti dulu. Aku lebih suka di rumah membaca buku atau berlatih piano.
“Hey, kau sudah tahu lagua apa yang akan kau mainkan di lomba nanti?” Tanya Bu Jojo mengejutkan lamunanku.
“Itu juga yag membuatku bingung. Peserta lomba tidak boleh memainkan lagu klasik. Tapi untungnya tadi Pak Carrey meminjamkan aku kumpulan lagu yang biasa dimainkan di lomba itu, jawabku. Tanganku mengeluarkan map kulit tebal dari tasku. Kubuka- buka sebentar map itu.
“Sebaiknya kau makan dan istirahat dulu, Amanda,” saran Bu Jojo.
Aku buru- buru mengangguk. Ya, sejak kecelakan itu, kepalaku sering pening jika terlalu letih. Kusimpan map kulit itu dekat piano.
Aku tertidursekitar dua jam. Lalu terbangun karena mendengar suara mobil Mama yang baru pulang kantor. Kuberitahu kabar dari sekolah tadi. Mama sangat bersemangat. Ia segera menemaniku memilih lagu- lagu yang akan kumainkan. Akhirnya kami menemukan sebuah catatan lagu di tengah map itu. Catatan lagu yang berbeda dengan lainnya. Ditulis acak- acakan. Tanpa judul dan tanpa pencipta.
“Coba mainkan,”pinta Mama.
Aku memainkan lagu itu kedengarannya idak sekali. Nadanya berbeda dengan lagu- lagu yang sudh kuperiksa sebelumnya.
“Mama suka lagu ini. Kau bisa melatihnya, Amanda,” saran Mama.
Aku mengangguk dan memutuskan untuk memainkan lagu itu di lomba nanti.
Esok harinya, aku bertanya pada Pak Carrey, siap pencipta lagu itu. Pak Carrey malah bingung.
“Mungkin catatan lagu itu milik siswa sekolah ini dulu. Tapi itu tidak masalah. Kau beri saja judul sesukamu. Dan penciptanya kau tulis ‘tidak dikenal’,” saran Pak Carrey.
Aku hanya mengangguk. Yang jelas semangatku mengikuti lomba itu bertambah. Aku jadi rajin berlatih. Jika tak ada Mama, Bu Jojo ikut menemaniku.
Tepat di hari perlombaan, Mama dan Papa mengantarku. Peserta lomba ada dua puluh orang. Jantungku sempat berdetak keras menjelang penampilanku. Tapi aku terus berdoa. Ya, hingga akhirnyaaku berhasil memainkan lagu itu dengan baik. Betapa senangnya aku ketika melihat para penonton bertepuk tangan untukku.
Di akhir lomba, pembawa acara mengumumkan hasil penilaian juri. Hanya ada tiga orang yang terpilih sebagai pemain terbaik. Rencananya ketiganya akan diikutkan dalam lomba tingkat nasional. Peringkat ketiga dan kedua adalah siswa St. Marry.
“Peringkat satu dengan nilai seribu enam ratus sembilan puluh jatuh pada Amanda Nielsen dari sekolah negeri….”
Aku berteriak kegirangan di samping Mama dan Papa. Dan Pak Carrey langsung memberi selamat. Tiba- tiba seorang perempuan setengah baya yang kulihat menjadi juri datang mendekatiku. Namanya Bu Bertha.
“Selamat, Amanda. Sekarang katakan, di mana Johana berada?” tanyanya.
“Johana yang mana, Bu?” aku bingung.
“Kau tidak mengenalnya? Ayolah, lagu yang kau mainkan itu adalah ciptaan Johana. Dia menciptakan lagu itu ketika kami sama- sama sekolah dua puluh tahun yang lalu. Hanya sayang, keluarganya jatuh miskin. Ia tidak bisa meneruskan sekolahnya. Padahal ia sangat ingin melanjutkan ke universitas mengambil jurusan musik….”
“Maaf, aku sama sekali tidak mengenal Johana. Mungkin Bu Bertha bisa menanyakan pada Pak Carrey, guruku. Dia meminjamkan aku catatan lagu itu,” jelasku. Bu Berha menerima saranku.
Di perjalanan aku terus memikirkannya. Sampai akhirnya aku menemukan jawabannya. Ya! Begitu sampai di rumah aku segera menemui Bu Jojo di kamarnya.
“Bu Jojo, terima kasih atas lagumu. Hari ini aku berhasil menjadi peringkat kesatu karena lagumu,” kataku sambil memeluk Bu Jojo.
“Laguku?” Bu Jojo mengerutkan alisnya.
“Jangan pura-pura lagi, Bu Johana! Itu nama asli Bu Jojo, bukan? Aku bertemu dengan teman lama Bu Jojo tadi. Namanya Bu Bertha. Dia mengenal lagu yang kumainkan. Lalu bertanya padaku tentang Johana….”
“Dan kau menceritakan sekarang aku di sini?”
“Tidak. Aku baru memikirkannya tadi di perjalanan. Johana menjadi Jojo. Lalu, aku menghubungkannya dengan catatan lagu misterius yang ada di map kulit itu. Ah, mengapa merahasiakan dirimu yang sebenarnya Bu Jojo?”
“Aku hanya ingin mengubur impianku yang tidak tercapai,” katanya dengan mata berlinang. “Masakecilku tidak seberuntung kau, Amanda.”
“Maaf kalau aku membuatmu sedih. Tapi aku berharap mulai besok Bu Jojo mau melatihku agar aku bisa memainkan lagu itu lebih baik lagi. Bulan depan aku akan memainkannya lagi untuk tingkat nasional,” pintaku sambil mengusap air mata Bu Jojo.
Bu Jojo tersenyum. Ia kemudian mengakubahwa dirinyalah yang menyelipkan catatan lagu itu ke map kulit sewaktu aku tertidur.
“Sebab aku yakin kau akan memainkannya dengan sangat baik,” jelas Bu Jojo kemudian.
Aku menarik napas lega. Mulai detik ini aku akan lebih mencintai Bu Jojo yang ternyata sangat sayang padaku.

Friday, October 5, 2007

Kisah Dari Negeri Madu

Ada sebuah negeri indah dan mungil bernama negeri madu. Penghuninya beraneka ragam. Ada hewan-hewan, peri, kurcaci, bahkan beberapa raksasa juga ! Penghuni Negeri Madu sangat suka makan madu. Selain untuk makanan, madu juga mereka gunakan sebagai pemanis, pengawet, dan pengobatan.
Peri Evely adalah satu-satunya pemilik toko madu di negeri itu. Ia memiliki peternakan lebah yang besar sekali. Pegawainya pun banyak. Penghuni Negeri Madu selalu membeli madu pada Peri Evely. Walaupun, mereka sebenarnya kurang suka pada peri yang kasar itu. Peri Evely juga sombong dan tidak pernah tersenyum. Tapi karena ia satu-satunya penjual madu di negeri itu, maka mau tak mau penduduk tetap membeli madu darinya.
Salah seorang pegawai Peri Evely bernama kurcaci Howel. Kurcaci Howel sangat rajin bekerja. Ia kurcaci yang ramah dan baik hati. Semua penduduk di Negeri Madu menyenanginya, juga Peri Evely. Namun Peri Evely sangat pelit memuji. Ia juga selalu terlambat membayar gaji. Kerja keras Kurcaci Howel dan pegawainya yang lain, hanya dipandang sebelah mata.
Suatu hari, Raksasa Arox mampir ke toko madu Peri Evely. Ia ingin membeli delapan botol madu untuk dihadiahkan kepada tamu-tamunya yang sebentar lagi akan datang ke rumahnya. Saat itu toko madu Peri Evely sangat ramai. Semua pegawai sibuk melayani pembeli. Namun Peri Evely hanya duduk-duduk santai di pojok tokonya.
Raksasa Arox meminta tolong kepada Peri Evely untuk melayaninya karena ia sedang terburu-buru. Tapi apa jawaban Peri Evely ? “Ada-ada saja kamu, Arox! Aku adalah pemilik toko, bukan pelayan! Seenaknya saja menyuruh!”
sungut Peri Evely. Wajahnya tampak tak senang. “Tapi apa salahnya kalau kau membantuku? Sebentar lagi tamu-tamuku datang. Persediaan maduku benar-benar habis!” pinta Raksasa Arox.
“Ah, aku tidak mau! Kau antre saja seperti pembeli lain!” tolak Peri Evely dengan ketusnya. Raksasa Arox kecewa sekali. Ia terpaksa menunggu antrean pembeli yang sangat ramai itu. Peri Evely mencibir penuh kemenangan.
Setelah bekerja sekian lama dengan Peri Evely, Kurcaci Howel memutuskan untuk berhenti. Dengan modal tabungan-nya, ia mendirikan toko madu! Biarlah kecil, tapi milikku sendiri, pikir Kurcaci Howel.
Kurcaci Howel menyiapkan toko barunya dengan giat. Rumahnya yang kecil, ia sulap menjadi toko madu mini. Kurcaci Howel punya peternakan lebah kecil. Kurcaci Howel sudah memperkirakan, tokonya akan selesai dibangun pada saat musim panas. Saat itu,bunga-bunga sedang bermekaran. Maka, madu yang diproduksi oleh lebah pekerja juga melimpah.
Kurcaci Howel mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mengabarkan toko madu mini miliknya. Ada yang berjanji untuk datang membeli, tapi ada juga yang tidak. Penduduk Negeri Madu sudah biasa membeli madu di toko Peri Evely. Mereka mengira, mutu madu yang dijual Kurcaci Howel tentulah tak seenak milik Peri Evely.
Raksasa Arox adalah pembeli pertama di toko madu Kurcaci Howel. Tapi tentu saja ia tak dapat masuk ke toko madu sekecil itu. Walaupun begitu, Kurcaci Howel melayani dengan sigap. Sebentar saja madu pesanan Raksasa Arox sudah terkemas rapi.
“Wah, cepat sekali !” Raksasa Arox membungkukkan badan dan meraih madu pesanannya. “Kelihatannya madumu enak, Howel,” katanya senang.
“Terima kasih, Arox. Selamat menikmati! Besok-besok, datanglah kemari lagi!” sahut Kurcaci Howel sambil tersenyum ramah.
Raksasa Arox terkesima. “Wow, Howel mengucapkan ‘terima kasih’ padaku. Ia sungguh menyenangkan. Hm… Besok aku akan membeli madu padanya lagi. Aku juga akan memberitahu teman-teman agar mereka membeli madu di toko Howel,” gumam Raksasa Arox.
Keesokan harinya, toko madu Kurcaci Howel kedatangan dua pembeli. Esoknya lagi, kedatangan lima pembeli. Demikianlah seterusnya. Pembeli madu di toko Kurcaci Howel terus bertambah. Toko madunya mulai ramai. Apa gerangan sebabnya? Ternyata Kurcaci Howel selalu bersikap manis kepada pelanggannya. Mereka merasa puas dan berjanji akan terus membeli madu darinya.
Lama-kelamaan toko madu milik Kurcaci Howel terus berkembang. Tokonya bertambah besar dan besar. Demikian juga peternakan lebahnya. Tentu saja akhirnya ia membutuhkan banyak pegawai. Tak disangka, pegawai-pegawai Peri Evely tertarik untuk pindah kerja ke tempatnya. Mereka sebal karena selama ini Peri Evely tidak pernah menghargai jerih payah mereka.
Ketika pembeli madunya mulai berkurang, Peri Evely heran. Tapi ia tak peduli. Ia mengira, hal itu hanya terjadi sementara. Peri Evely lengah. Sampai akhirnya ketika tokonya benar-benar tak ada pembeli, ia pun panik. Peri Evely lemas setelah tahu apa penyebabnya. Ia menyesal telah bersikap sombong. Kini ia harus memulai usahanya dari awal lagi.
Setelah Membaca Kalau Bisa Tolong Beri Komentar, Ya! Makasih.

Cerpen dan Dongeng

Saya seorang penggemar berat cerita-cerita seperti cerpen dan dongeng. Saya sering membaca cerpen atau dongeng, dari majalah khususnya dari majalah Bobo dan kumpulan cerpen atau dongeng di perpustakaan sekolah. Saya ingin membuat orang bisa tahu apa yang saya suka. Sehingga jika ada orang yang gemar baca cerpen atau dongeng seperti saya boleh membacanya di blog ini.

Thursday, October 4, 2007

Tempayan yang Retak

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, yang satunya tidak. Tempayan yang tidak retak selalu dapat membawa air penuh dari mata air ke rumah majikannya, sedang tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat setengah dari yang seharusnya dapat diberikannya. Tertekan oleh hal ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air,” Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu.” Kenapa?” tanya si tukang air, “Kenapa kamu merasa malu?” “Saya hanya mampu, selama dua tahun ini,membawa setengah porsi air karena retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi.” Kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak dan berkata, “ Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.” Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur.
Kata tukang air kepada tempayan retak, “ Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan lain yang tidak retak itu. Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya.
Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu adanya, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”