Friday, October 5, 2007

Kisah Dari Negeri Madu

Ada sebuah negeri indah dan mungil bernama negeri madu. Penghuninya beraneka ragam. Ada hewan-hewan, peri, kurcaci, bahkan beberapa raksasa juga ! Penghuni Negeri Madu sangat suka makan madu. Selain untuk makanan, madu juga mereka gunakan sebagai pemanis, pengawet, dan pengobatan.
Peri Evely adalah satu-satunya pemilik toko madu di negeri itu. Ia memiliki peternakan lebah yang besar sekali. Pegawainya pun banyak. Penghuni Negeri Madu selalu membeli madu pada Peri Evely. Walaupun, mereka sebenarnya kurang suka pada peri yang kasar itu. Peri Evely juga sombong dan tidak pernah tersenyum. Tapi karena ia satu-satunya penjual madu di negeri itu, maka mau tak mau penduduk tetap membeli madu darinya.
Salah seorang pegawai Peri Evely bernama kurcaci Howel. Kurcaci Howel sangat rajin bekerja. Ia kurcaci yang ramah dan baik hati. Semua penduduk di Negeri Madu menyenanginya, juga Peri Evely. Namun Peri Evely sangat pelit memuji. Ia juga selalu terlambat membayar gaji. Kerja keras Kurcaci Howel dan pegawainya yang lain, hanya dipandang sebelah mata.
Suatu hari, Raksasa Arox mampir ke toko madu Peri Evely. Ia ingin membeli delapan botol madu untuk dihadiahkan kepada tamu-tamunya yang sebentar lagi akan datang ke rumahnya. Saat itu toko madu Peri Evely sangat ramai. Semua pegawai sibuk melayani pembeli. Namun Peri Evely hanya duduk-duduk santai di pojok tokonya.
Raksasa Arox meminta tolong kepada Peri Evely untuk melayaninya karena ia sedang terburu-buru. Tapi apa jawaban Peri Evely ? “Ada-ada saja kamu, Arox! Aku adalah pemilik toko, bukan pelayan! Seenaknya saja menyuruh!”
sungut Peri Evely. Wajahnya tampak tak senang. “Tapi apa salahnya kalau kau membantuku? Sebentar lagi tamu-tamuku datang. Persediaan maduku benar-benar habis!” pinta Raksasa Arox.
“Ah, aku tidak mau! Kau antre saja seperti pembeli lain!” tolak Peri Evely dengan ketusnya. Raksasa Arox kecewa sekali. Ia terpaksa menunggu antrean pembeli yang sangat ramai itu. Peri Evely mencibir penuh kemenangan.
Setelah bekerja sekian lama dengan Peri Evely, Kurcaci Howel memutuskan untuk berhenti. Dengan modal tabungan-nya, ia mendirikan toko madu! Biarlah kecil, tapi milikku sendiri, pikir Kurcaci Howel.
Kurcaci Howel menyiapkan toko barunya dengan giat. Rumahnya yang kecil, ia sulap menjadi toko madu mini. Kurcaci Howel punya peternakan lebah kecil. Kurcaci Howel sudah memperkirakan, tokonya akan selesai dibangun pada saat musim panas. Saat itu,bunga-bunga sedang bermekaran. Maka, madu yang diproduksi oleh lebah pekerja juga melimpah.
Kurcaci Howel mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mengabarkan toko madu mini miliknya. Ada yang berjanji untuk datang membeli, tapi ada juga yang tidak. Penduduk Negeri Madu sudah biasa membeli madu di toko Peri Evely. Mereka mengira, mutu madu yang dijual Kurcaci Howel tentulah tak seenak milik Peri Evely.
Raksasa Arox adalah pembeli pertama di toko madu Kurcaci Howel. Tapi tentu saja ia tak dapat masuk ke toko madu sekecil itu. Walaupun begitu, Kurcaci Howel melayani dengan sigap. Sebentar saja madu pesanan Raksasa Arox sudah terkemas rapi.
“Wah, cepat sekali !” Raksasa Arox membungkukkan badan dan meraih madu pesanannya. “Kelihatannya madumu enak, Howel,” katanya senang.
“Terima kasih, Arox. Selamat menikmati! Besok-besok, datanglah kemari lagi!” sahut Kurcaci Howel sambil tersenyum ramah.
Raksasa Arox terkesima. “Wow, Howel mengucapkan ‘terima kasih’ padaku. Ia sungguh menyenangkan. Hm… Besok aku akan membeli madu padanya lagi. Aku juga akan memberitahu teman-teman agar mereka membeli madu di toko Howel,” gumam Raksasa Arox.
Keesokan harinya, toko madu Kurcaci Howel kedatangan dua pembeli. Esoknya lagi, kedatangan lima pembeli. Demikianlah seterusnya. Pembeli madu di toko Kurcaci Howel terus bertambah. Toko madunya mulai ramai. Apa gerangan sebabnya? Ternyata Kurcaci Howel selalu bersikap manis kepada pelanggannya. Mereka merasa puas dan berjanji akan terus membeli madu darinya.
Lama-kelamaan toko madu milik Kurcaci Howel terus berkembang. Tokonya bertambah besar dan besar. Demikian juga peternakan lebahnya. Tentu saja akhirnya ia membutuhkan banyak pegawai. Tak disangka, pegawai-pegawai Peri Evely tertarik untuk pindah kerja ke tempatnya. Mereka sebal karena selama ini Peri Evely tidak pernah menghargai jerih payah mereka.
Ketika pembeli madunya mulai berkurang, Peri Evely heran. Tapi ia tak peduli. Ia mengira, hal itu hanya terjadi sementara. Peri Evely lengah. Sampai akhirnya ketika tokonya benar-benar tak ada pembeli, ia pun panik. Peri Evely lemas setelah tahu apa penyebabnya. Ia menyesal telah bersikap sombong. Kini ia harus memulai usahanya dari awal lagi.

No comments: